BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pasar
adalah tempat dimana antara penjual dan pembeli bertemu dan melakukan transaksi
jual beli barang dan atau jasa. Pentingnya pasar dalam Islam tidak terlepas
dari fungsi pasar sebagai wadah bagi berlangsungnya kegiatan jual beli. Jual
beli sendiri memiliki fungsi penting mengingat, jual beli merupakan salah satu
aktifitas perekonomian yang “terakreditasi” dalam Islam. Attensi Islam terhadap
jual beli sebagai salah satu sendi perekonomian dapat dilihat dalam surat Al Baqarah ayat 275
bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Firman
Allah :
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ
يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ
الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا
وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا فَمَن جَاءهُ مَوْعِظَةٌ مِّن
رَّبِّهِ فَانتَهَىَ فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللّهِ وَمَنْ عَادَ
فَأُوْلَـئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ
Artinya :
Orang-orang yang
makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang
yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila . Keadaan mereka yang
demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual
beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari
Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang
telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah)
kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah
penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
(Q.S.
Al-Baqarah : 275)
Pentingnya pasar sebagai wadah aktifitas tempat jual beli
tidak hanya dilihat dari fungsinya secara fisik, namun aturan, norma dan yang
terkait dengan masalah pasar. Dengan fungsi di atas, pasar jadi
rentan dengan sejumlah kecurangan dan juga perbuatan ketidakadilan yang
menzalimi pihak lain. Karena peran pasar penting dan juga rentan dengan hal-hal
yang dzalim, maka pasar tidak terlepas dengan sejumlah aturan syariat, yang
antara lain terkait dengan pembentukan harga dan terjadinya transaksi di pasar.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam perumusan masalah ini penulis akan merumuskan tentang:
1. Bagaimana teori harga dalam Islam?
2. Bagaimana mekanisme pasar dalam Islam?
3. Bagaimana kebijakan moneter dalam ekonomi Islam?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk:
1.
Mengetahui Teori Harga dan Mekanisme
Pasar dalam Islam,
2.
Mengetahui kebijakan moneter dalam Ekonomi Islam
1.4 Metode
Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah menggunakan metode pustaka yaitu penulis menggunakan media pustaka dalam penyusunan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Pasar dan Mekanisme Pasar
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, (1988: 651)
disebutkan bahwa pasar adalah tempat orang berjual beli. Sedangkan menurut
istilah, Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran barang dan jasa yang alamiah
dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia.
Sedangkan menurut pendapat lain dalam kajian ekonomi, pasar adalah suatu tempat
atau proses interaksi antara permintaan (pembeli) dan penawaran (penjual) dari
suatu barang/jasa tertentu, sehingga akhirnya dapat menetapkan harga
keseimbangan (harga pasar) dan jumlah yang diperdagangkan. Jadi setiap proses
yang mempertemukan antara penjual dan pembeli, maka akan membentuk harga yang
akan disepakati oleh keduanya.
Menurut penjelasan lain Pasar adalah suatu tempat di mana
pembeli dan penjual bertemu untuk membeli atau menjual barang dan jasa atau
faktor- faktor produksi. Di dalam bahasa sehari-hari pasar pada umumnya
diartikan sebagai suatu lokasi dalam artian geografis. Tetapi dalam pengertian
teori ilmu ekonomi mikro cakupannya adalah lebih luas lagi. Dalam teori ekonomi
mikro pasar meliputi juga pertemuan antara pembeli dan penjual di mana antara
keduanya tidak saling melihat satu sama lain (misalnya antara importer karet
yang bertempat tinggal di Amerika dan importer karet di Indonesia) yang
melakukan transaksi jual beli melalui telex (Ari Sudarman, 1980: 6).
Dari beberapa pengertian tersebut, maka pasar dapat
diartikan sebagai suatu tempat terjadinya mekanisme pertukaran barang atau jasa
oleh penjual dan pembeli untuk menetapkan harga keseimbangan serta jumlah yang
diperdagangkan.
Mekanisme pasar
adalah terjadinya interaksi antara permintaan dan penawaran yang akan
menentukan tingkat harga tertentu. Adanya interaksi tersebut akan mengakibatkan
terjadinya proses transfer barang dan jasa yang dimilki oleh setiap objek
ekonomi (konsumen, produsen, pemerintah). Dengan kata lain, adanya transaksi
pertukaran yang kemudian disebut sebagai perdagangan adalah satu syarat utama
dari berjalannya mekanisme pasar.
Islam menempatkan
pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik ekonomi pada masa
Rasulullah dan Khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan pasar yang besar.
Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar sebagai harga yang
adil. Beliau menolak adanya price intervention seandainya perubahan
harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar. Namun, pasar disini mengharuskan
adanya moralitas (fair play), kejujuran (honesty), keterbukaan (transparancy)
dan keadilan (justice). Jika nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada
alasan untuk menolak harga pasar.
2.2 Prinsip-prinsip Mekanisme
Pasar dalam Islam
Konsep
mekanisme pasar dalam Islam dibangun atas prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Ar-Ridha, yakni segala transaksi yang
dilakukan haruslah atas dasar kerelaan antara masing-masing pihak (freedom
contract). Hal
ini sesuai dengan Qur’an Surat an Nisa’ ayat 29:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ
بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن
تَكُونَ
تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ
بِكُمْ رَحِيماً
Artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(QS: An-Nisa’: 29)
2. Berdasarkan persaingan sehat (fair
competition). Mekanisme pasar akan terhambat bekerja jika terjadi
penimbunan (ihtikar) atau monopoli. Monopoli
setiap barang yang penahanannya akan membahayakan konsumen atau orang
banyak.
3. Kejujuran (honesty),
kejujuran merupakan pilar yang sangat penting dalam Islam, sebab kejujuran
adalah nama lain dari kebenaran itu sendiri. Islam melarang
tegas melakukan kebohongan dan penipuan dalam bentuk apapun. Sebab, nilai
kebenaran ini akan berdampak langsung kepada para pihak yang melakukan
transaksi dalam perdagangan dan masyarakat secara luas.
4. Keterbukaan (transparancy)
serta keadilan (justice). Pelaksanaan prinsip ini adalah transaksi yang
dilakukan dituntut untuk berlaku benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan
yang sesungguhnya.
2.3 Dasar Teori Harga Dalam Islam
Konsep makanisme pasar
dalam Islam dapat dirujuk kepada hadits Rasululllah Saw sebagaimana disampaikan
oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-harga barang di kota Madinah. Dengan
hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 1160
tahun) mengajarkan konsep mekanisme
pasar dari pada Adam Smith. Dalam hadits tersebut diriwayatkan sebagai berikut
:
غلا
السعر فسعر لنا رسول الله
صلى الله عليه و سلم :
ان الله
هو الخالق القابض الباسط الرازق المسعر وانى أرجوا أن ألقى ربى
وليس أحد منكم يطلبنى بمظلمة ظلمتها
اياه بدم ولا مال (رواه الدارمى)
“Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW.
Orang-orang ketika itu mengajukan saran kepada Rasulullah dengan berkata: “ya
Rasulullah hendaklah engkau menetukan harga”. Rasulullah SAW.
berkata:”Sesungguhnya Allah-lah yang menetukan harga, yang menahan dan
melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui
Allah dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman
dalam darah maupun harta.”
Inilah teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW
dalam hadits tersebut tidak menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan
harga itu diserahkan kepada mekanisme pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan
bahwa harga di pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang
menentukannya.
Sungguh
menakjubkan, teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman ini dikarenakan,
ucapan Nabi Saw itu mengandung pengertian bahwa harga pasar itu sesuai dengan
kehendak Allah yang sunnatullah atau
hukum supply and demand.
Menurut
pakar ekonomi Islam kontemporer, teori inilah yang diadopsi oleh Bapak Ekonomi
Barat, Adam Smith dengan nama teori invisible
hands. Menurut teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak
kelihatan (invisible hands). Bukankah teori invisible hands
itu lebih tepat dikatakan God Hands
(tangan-tangan Allah).
Oleh
karena harga sesuai dengan kekuatan penawaran dan permintaan di pasar, maka
harga barang tidak boleh ditetapkan pemerintah, karena ketentuan harga
tergantung pada hukum supply and demand.
Namun
demikian, ekonomi Islam masih memberikan peluang pada kondisi tertentu untuk
melakukan intervensi harga (price
intervention) bila para pedagang melakukan monopoli dan kecurangan yang
menekan dan merugikan konsumen.
Di
masa Khulafaur Rasyidin, para khalifah pernah melakukan intrevensi pasar, baik
pada sisi supply maupun demand. Intervensi
pasar yang dilakukan Khulafaur Rasyidin sisi supply ialah mengatur jumlah barang yang ditawarkan seperti yang
dilakukan Umar bin Khattab ketika mengimpor gandum dari Mesir untuk
mengendalikan harga gandum di Madinah.
2.4 Kebijakan Moneter
Dalam Ekonomi Islam
Kebijakan
Moneter adalah kebijakan pemerintah untuk memperbaiki keadaan perekonomian
melalui pengaturan jumlah uang beredar. Untuk mengatasi krisis ekonomi yang
hingga kini masih terus berlangsung, di samping harus menata sektor riil, yang
tidak kalah penting adalah meluruskan kembali sejumlah kekeliruan pandangan di
seputar masalah uang. Bila dicermati, krisis ekonomi yang melanda Indonesia,
juga belahan dunia lain, sesungguhnya dipicu oleh dua sebab utama, yang
semuanya terkait dengan masalah uang.
a.
Pertama, persoalan mata uang, dimana nilai mata
uang suatu negara saat ini pasti terikat dengan mata uang negara lain (misalnya
rupiah terhadap dolar AS), tidak pada dirinya sendiri sedemikian sehingga
nilainya tidak pernah stabil karena bila nilai mata uang tertentu bergejolak,
pasti akan mempengaruhi kestabilan mata uang tersebut.
b.
Kedua, kenyataan bahwa uang tidak lagi dijadikan sebagai alat
tukar saja, tapi juga sebagai komoditi yang diperdagangkan (dalam bursa valuta
asing) dan ditarik keuntungan (interest) alias bunga atau riba dari
setiap transaksi peminjaman atau penyimpanan uang.
Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya bahwa kebijakan
moneter adalah proses mengatur persediaan uang sebuah Negara. Biasanya otoritas
moneter dipegang oleh Bank Sentral suatu negara. Dengan kata lain, kebijakan
moneter merupakan instrumen Bank
Sentral yang sengaja dirancang sedemikian rupa untuk mempengaruhi
variable-variabel finansial seperti suku bunga dan tingkat penawaran uang.
Sasaran yang ingin dicapai adalah memelihara kestabilan nilai uang baik
terhadap faktor internal maupun eksternal. Stabilitas nilai
uang mencerminkan stabilitas harga yang pada akhirnya akan mempengaruhi
realisasi pencapaian tujuan pembangunan suatu negara, seperti pemenuhan
kebutuhan dasar, pemerataan distribusi, perluasan kesempatan kerja, pertumbuhan
ekonomi riil yang optimum dan stabilitas ekonomi.
Secara prinsip, tujuan kebijakan moneter Islam
tidak berbeda dengan tujuan kebijakan moneter
konvensional yaitu menjaga stabilitas dari mata uang (baik secara
internal maupun eksternal) sehingga pertumbuhan ekonomi yang merata yang
diharapkan dapat tercapai. Stabilitas dalam nilai uang tidak terlepas dari
tujuan ketulusan dan keterbukaan dalam berhubungan dengan manusia. Hal ini
disebutkan AL Qur’an dalam QS.Al.An’am:152
…………وَأَوْفُواْ الْكَيْلَ
وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ…….
“…….
Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. …”
Mengenai stabilitas nilai uang juga ditegaskan
oleh M. Umar Chapra (Al Quran Menuju Sistem Moneter yang Adil),
kerangka kebijakan moneter dalam perekonomian Islam adalah stok uang,
sasarannya haruslah menjamin bahwa pengembangan moneter yang tidak berlebihan
melainkan cukup untuk sepenuhnya dapat mengeksploitasi kapasitas perekonomian
untuk menawarkan barang dan jasa bagi kesejahteraan sosial umum.
Pelaksanaan kebijakan moneter (operasi
moneter) yang dilakukan otoritas moneter sebagai pemegang kendali money supply untuk mencapai
tujuan kebijakan moneter dilakukan dengan menetapkan target yang akan dicapai
dan dengan instrumen apa target tersebut akan dicapai. Instrumen-instrumen
pokok dari kebijakan moneter dalam teori konvensional antara lain
adalah:
a.
Kebijakan Pasar terbuka. (Open
Market Operation). Kebijakan membeli atau menjual surat berharga atau obligasi di pasar
terbuka. Jika bank sentral ingin menambah suplai uang maka bank sentral akan
membeli obligasi, dan sebaliknya bila akan menurunkan jumlah uang beredar maka
bank sentral akan menjual obligasi.
b. Penentuan Cadangan Wajib Minimum.
(Reserve Requirement). Bank sentral umumnya menentukan angka rasio minimum
antara uang tunai (reserve) dengan kewajiban giral bank (demand deposits), yang
biasa disebut minimum legal reserve ratio. Apabila bank sentral menurunkan
angka tersebut maka dengan uang tunai yang sama, bank dapat menciptakan uang
dengan jumlah yang lebih banyak daripada sebelumnya.
c. Penentuan Discount Rate. Bank
sentral merupakan sumber dana bagi bank-bank umum atau komersial dan sebagai
sumber dana yang terakhir (the last
lender resort). Bank komersial dapat meminjam dari bank sentral dengan
tingkat suku bunga sedikit di bawah tingkat suku bunga kredit jangka pendek
yang berlaku di pasar bebas. Discount rate yang bank sentral kenakan terhadap
pinjaman ke bank komersial mempengaruhi tingkat keuntungan bank komersial
tersebut dan keinginan meminjam dari bank sentral. Ketika discount rate relatif
rendah terhadap tingkat bunga pinjaman, maka bank komersial akan mempunyai
kecendrungan untuk meminjam dari bank sentral.
d.
Moral Suasion atau Kebijakan Bank
Sentral yang bersifat persuasif berupa himbauan/bujukan moral kepada bank.
Walaupun
pencapaian tujuan akhirnya tidak berbeda, namun dalam pelaksanaannya secara
prinsip, moneter syari’ah berbeda dengan yang konvensional terutama dalam
pemilihan target dan instrumennya. Perbedaan yang mendasar antara kedua jenis
instrumen tersebut adalah prinsip syariah tidak membolehkan adanya jaminan terhadap nilai nominal
maupun rate return (suku bunga). Oleh karena itu, apabila dikaitkan dengan
target pelaksanaan kebijakan moneter maka secara otomatis pelaksanaan kebijakan
moneter berbasis syariah tidak memungkinkan menetapkan suku bunga sebagai
target/sasaran operasionalnya.
Adapun instrumen moneter syariah adalah hukum syariah.
Hampir semua instrumen moneter pelaksanaan kebijakan moneter
konvensional maupun surat
berharga yang menjadi underlying-nya mengandung unsur bunga.
Oleh karena itu instrumen-instrumen konvensional yang mengandung unsur bunga
(bank rates, discount rate, open market operation dengan sekuritas bunga yang ditetapkan
didepan) tidak dapat digunakan pada pelaksanaan kebijakan moneter
berbasis Islam. Tetapi sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional menurut
sejumlah pakar ekonomi Islam masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan
kredit, seperti Reserve Requirement, overall and selecting credit ceiling, moral
suasion and change in monetary base.
Dalam ekonomi
Islam, tidak ada sistem bunga sehingga bank sentral tidak dapat menerapkan
kebijakan discount rate tersebut. Bank Sentral Islam memerlukan
instrumen yang bebas bunga untuk mengontrol kebijakan ekonomi moneter
dalam ekonomi Islam. Dalam hal ini, terdapat beberapa instrumen bebas bunga
yang dapat digunakan oleh bank sentral untuk meningkatkan atau menurunkan uang
beredar. Penghapusan sistem bunga, tidak menghambat untuk mengontrol jumlah
uang beredar dalam ekonomi.
Secara mendasar,
terdapat beberapa instrumen kebijakan moneter dalam ekonomi Islam, antara lain
:
a.
Reserve Ratio
Adalah suatu presentase
tertentu dari simpanan bank yang harus dipegang oleh bank sentral, misalnya 5 %.
Jika bank sentral ingin mengontrol jumlah uang beredar, dapat menaikkan
RR misalnya dari 5 persen menjadi 20 %, yang dampaknya sisa uang yang ada pada
komersial bank menjadi lebih sedikit, begitu sebaliknya.
b.
Moral Suassion
Bank sentral dapat membujuk
bank-bank untuk meningkatkan permintaan kredit sebagai tanggung jawab mereka
ketika ekonomi berada dalam keadaan depresi. Dampaknya, kredit
dikucurkan maka uang dapat dipompa ke dalam ekonomi.
c.
Lending Ratio
Dalam ekonomi Islam, tidak ada
istilah Lending (meminjamkan), lending ratio dalam hal ini berarti Qardhul
Hasan (pinjaman kebaikan).
d.
Refinance Ratio
Adalah sejumlah
proporsi dari pinjaman bebas bunga. Ketika refinance
ratiomeningkat, pembiayaan yang diberikan meningkat, dan ketika refinance
ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak didorong untuk memberikan pinjaman.
ratio turun, bank komersial harus hati-hati karena mereka tidak didorong untuk memberikan pinjaman.
e.
Profit Sharing Ratio
Ratio bagi keuntungan (profit
sharing ratio) harus ditentukan sebelum memulai suatu bisnis. Bank
sentral dapat menggunakan profit sharing ratio sebagai instrumen moneter,
dimana ketika bank sentral ingin meningkatkan jumlah uang beredar, maka ratio
keuntungan untuk nasabah akan ditingkatkan.
f.
Islamic Sukuk
Adalah obligasi pemerintah, di
mana ketika terjadi inflasi, pemerintah akan mengeluarkan sukuk lebih banyak
sehingga uang akan mengalir ke bank sentral dan jumlah uang beredar akan
tereduksi. Jadi sukuk memiliki kapasitas untuk menaikkan atau menurunkan
jumlah uang beredar.
Bank yang berdasarkan syariah Islam, BI menjalankan
fungsinya bank sentral dengan instrumen-instrumen sebagai berikut.
- Giro Wajib Minimum (GWM): biasa dinamakan juga statutory
reserve requirement, adalah simpanan minimum bank-bank umum dalam
bentuk giro pada BI yang besarnya ditetapkan oleh BI berdasarkan
Persentase tertentu dari dana pihak ketiga. GWM adalah kewajiban bank
dalam rangka mendukung pelaksanaan prinsip kehati-hatian perbankan (Prudential
Banking) serta berperan sebagai instrumen moneter yang berfungsi
mengendalikan jumlah peredaran uang.
Besaran GWM adalah 5% dari dana pihak ketiga yang
berbentuk IDR (rupiah) dan 3% dari dana pihak ketiga yang berbentuk mata uang
asing. Jumlah tersebut dihitung dari rata-rata harian dalam satu masa laporan
untuk periode masa laporan sebelumnya. Sedangkan dana pihak ketiga yang
dimaksud adalah sebagai berikut :
1. Giro Wadiah;
2. Tabungan Mudharabah;
3. Deposito Investasi
Mudharabah; dan
4. Kewajiban lainnya.
Dana Pihak Ketiga dalam IDR tidak termasuk dana yang
diterima oleh bank dari Bank Indonesia dan BPR. Sedangkan Dana Pihak Ketiga
dalam mata uang asing meliputi kewajiban kepada pihak ketiga, termasuk bank dan
Bank Indonesia yang terdiri atas :
1. Giro Wadiah;
2. Deposito Investasi
Mudharabah; dan
3. Kewajiban lainnya.
BI mengenakan denda terhadap kesalahan dan keterlambatan
penyampaian laporan mingguan yang digunakan untuk menentukan GWM. Bank yang
melakukan pelanggaran juga terkena sanksi.
- Sertifikat Investasi Mudharabah antar Bank Syariah
(Sertifikat IMA): yaitu instrumen yang digunakan oleh bank-bank syariah
yang mengalami kelebihan dana untuk mendapatkan keuntungan. Di lain pihak
digunakan sebagai sarana penyedia dana jangka pendek bagi bank-bank
syariah yang mengalami kekurangan dana.
Sertifikat ini berjangka waktu 90 hari, diterbitkan oleh
kantor pusat bank syariah dengan format dan ketentuan standar yang ditetapkan
oleh BI. Pemindahtanganan Sertifikat IMA hanya dapat dilakukan oleh bank
penanam dana pertama, sedangkan bank penanam dana kedua tidak diperkenankan
memindahtangankannya kepada pihak lain sampai berakhirnya jangka waktu.
Pembayaran dilakukan oleh bank syariah penerbit sebesar nilai nominal ditambah imbalan
bagi hasil (yang dibayarkan awal bulan berikutnya dengan nota kredit melalui
kliring, bilyet giro Bank Indonesia, atau transfer elektronik).
3. Sertifikat Wadiah Bank
Indonesia (SWBI): yaitu instrumen Bank Indonesia sesuai dengan syariah Islam. SWBI
juga dapat digunakan oleh bank-bank syariah yang kelebihan liquiditas sebagai
sarana penitipan dana jangka pendek.
Dalam operasionalnya, SWBI mempunyai nilai nominal
minimum Rp 500 juta dengan jangka waktu dinyatakan dalam hari (misalnya: 7
hari, 14 hari, 30 hari).pembayaran atau pelunasan SWBI dilakukan melalui
debet/kredit rekening giro di Bank Indonesia. Jika jatuh tempo, dana akan
dikembalikan bersama bonus yang ditentukan berdasarkan parameter Sertifikat
IMA.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Islam
menempatkan pasar pada kedudukan yang penting dalam perekonomian. Praktik
ekonomi pada masa Rasulullah dan Khulafaurrasyidin menunjukkan adanya peranan
pasar yang besar. Rasulullah sangat menghargai harga yang dibentuk oleh pasar
sebagai harga yang adil. Beliau menolak adanya price intervention
seandainya perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar. Namun,
pasar disini mengharuskan adanya moralitas (fair play), kejujuran (honesty),
keterbukaan (transparancy) dan keadilan (justice). Jika
nilai-nilai ini ditegakkan, maka tidak ada alasan untuk menolak harga pasar.
Perbedaan utama kebijakan moneter konvensional dan Islam
adalah Islam tidak mengakui adanya instrumen suku bunga karena jelas dalam
Alqur’an riba itu sangat dilarang atau haram. Hikmah pelarangan riba agar
terjadi hubungan partnership antara pemilik modal dan usaha secara adil.
Sejumlah instrument kebijakan moneter konvensional
menurut sejumlah pakar ekonomi Islam seperti Reserve Requirement, overall and
selecting credit ceiling, moral suasion and change in monetary base, equity
based type of securities masih dapat digunakan untuk mengontrol uang dan
kredit, sepanjang sesuai dengan prinsip transaksi syariah antara lain adalah
Wadiah, Musyarakah, Mudharabah, Ar-Rahn, maupun Al-Ijarah.
1.2 Saran
Perlu kiranya
menempatkan pasar secara proporsional dalam perekonomian dan kemudian
memperbaiki dan melengkapi kekurangan-kekurangannya. Pasar yang bersaing
sempurna dapat menghasilkan harga yang adil bagi penjual maupun pembeli.
Kebijakan moneter yang dikelola dengan baik akan
menghasilkan tingkat perekonomian yang stabil melalui mekanisme transmisinya
pada harga dan output yang pada akhirnya membawa efek pada variabel-variabel
lain seperti tenaga kerja dan pendapatan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Mannan, M.A. Ekonomi Islam Teori dan
Praktek (terj.). Yogjakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf. 1997
Adiwarman A.Karim, Ekonomi Islam suatu kajian kontemporer, Gema Insani 2001
Ahmad, Mustaq, Etika Bisnis dalam
Islam, Terjemahan Zainal Arifin, Gema Insani Press, Cet 1, Jakarta, 1997
1 komentar:
Makasih sob materi'a, bermanfaat sekali
kunjungi balik blog saya ya di:
Ikubaru Blogzia: Ekonomi
Mohon saran dan kritik'a ya
Klik juga iklan"a ya
makasih sob
Posting Komentar