Find It

LEASING ( SEWA GUNA USAHA )



LEASING
(SEWA GUNA USAHA)

A.   PENGERTIAN LEASING

Beberapa pengertian sewa guna usaha atau lebih dikenal dengan istilah Leasing yang dikemukakan oleh beberapa sumber adalah sebagai berikut:
Menurut Financial Accounting Standard Board (FASB 13) :
Leasing adalah suatu perjanjian penyediaan barang-barang modal yang digunakan untuk suatu jangka waktu tertentu.

Menurut The International Accounting Standard (IAS 17) :
Leasing adalah suatu perjanjian di mana pemilik aset atau perusahaan sewa guna usaha (Lessor) menyediakan barang atau aset dengan hak penggunaan kepada penyewa guna usaha (Lessee) dengan imbalan pembayaran sewa untuk suatu jangka waktu tertentu.

Menurut The Equipment Leasing Association (ELA-UK) :
Leasing adalah suatu kontrak antara lessor dengan lessee untuk penyewaan suatu jenis barang atau aset tertentu secara langsung, dari pabrik atau agen penjual oleh lessee. Hak kepemilikan barang tersebut tetap berada pada lessor. Lessee memiliki hak pakai atas barang tersebut dengan membayar sewa dengan jumlah dan jangka waktu yang telah ditetapkan.

Keputusan bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan Nomor Kep. 122/MK/TV/74, Nomor 32/M/SK/2174, Nomor 30/Kpb/I/74 Tanggal 7 Januari 1974
Leasing adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1169/KMK.01/1991 Tanggal 21 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna Usaha (Leasing)
Leasing adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara leasing dengan hak opsi (finance lease) maupun leasing tanpa hak opsi atau sewa guna usaha biasa (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

B. JENIS – JENIS LEASING

Menurut Standar Akuntansi Keuangan Indonesia / PSAK No. 30   jenis-jenis sewa guna usaha adalah sebagai berikut:

1. Finance lease (sewa-guna-usaha pembiayaan).
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang modal yang dibutuhkan dan, atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan serta pemeliharaan barang modal yang menjadi objek transaksi sewa guna usaha. Selama masa sewa guna usaha, penyewa guna usaha melakukan pembayaran sewa guna usaha secara berkala dimana jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa (residual value), kalau ada, akan mencakup pengembalian harga perolehan barang modal yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatan sewa guna usaha.
Dalam finance lease ini, lessor hanya merupakan pemilik barang secara hukum, sedangkan lessee merupakan pihak yang menikmati keuntungan ekonomis atas barang tersebut. Sebagai imbalan atas jasa penggunaan barang tersebut maka lessee akan membayar sejumlah uang yang berupa rental secara berkala kepada lessor.

2. Operating lease (sewa-menyewa biasa).
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan selanjutnya disewa guna usahakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan karena perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang disewa guna usahakan, atau melalui beberapa kontrak sewa guna usaha lainnya.
Dalam sewa-guna-usaha jenis ini dibutuhkan keahlian khusus dari perusahaan sewa-guna-usaha untuk memelihara dan memasarkan kembali barang modal yang disewa-guna-usahakan, berbeda dengan finance lease, perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab atas biaya-biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan barang modal yang bersangkutan.

3. Sales-type lease (sewa-guna-usaha penjualan)
Sewa guna usaha jenis ini merupakan transaksi pembiayaan sewa guna usaha secara langsung (direct finance lease) dimana dalam jumlah transaksi termasuk laba yang diperhitungkan oleh pabrikan atau penyalur yang juga merupakan perusahaan sewa guna usaha. Sewa guna usaha jenis ini seringkali merupakan suatu jalur pemasaran bagi produk perusahaan tertentu.

4. Leverage lease
Transakasi sewa guna usaha jenis ini melibatkan setidaknya tiga pihak, yakni penyewa guna usaha dan kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar dari transaksi sewa-guna-usaha.

Menurut Keputusan Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 mengenai sewa-guna-usaha, transaksi sewa-guna-usaha dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Kegiatan sewa-guna-usaha dapat dilakukan secara:
a.       sewa guna usaha dengan hak opsi (finance lease)
b.      sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease)

2. Kegiatan sewa-guna-usaha dengan hak opsi sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 huruf a pasal ini ditetapkan sebagai lembaga keuangan lainnya.

C. MEKANISME LEASING

Dalam transaksi leasing sekurang-kurangnya melibatkan 4 pihak yang berkepentingan, antara lain:
1.      Lessor
Yaitu perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam bentuk barang modal. Dalam finance lease, lessor bertujuan untuk mendapatkan kembali biaya yang telah dikeluarkan untuk membiayai penyediaan barang modal dengan mendapatkan keuntungan. Sedangkan dalam operating lease, lessor bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dari penyediaan barang dan pemberian jasa-jasa yang berkenaan dengan pemeliharaan dan pengoperasian barang modal tersebut.

2.      Lessee
Yaitu perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor. Dalam finance lease, lessee bertujuan mendapatkan pembiayaan berupa barang atau peralatan dengan cara pembayaran angsuran atau secara berkala. Sedangkan dalam operating lease, lessee bertujuan dapat memenuhi kebutuhan peralatannya di samping tenaga operator dan perawatan alat tersebut tanpa risiko bagi lessee terhadap kerusakan.

3.      Pemasok
Yaitu perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk dijual kepada lessee dengan pembayaran secara tunai oleh lessor.

4.      Bank atau Kreditor
Dalam suatu perjanjian atau kontrak leasing, pihak bank atau kreditor tidak terlibat secara langsung dalam kontrak tersebut tetapi bank memegang peranan dalam hal penyediaan dana kepada lessor. Dalam hal ini, tidak tertutup kemungkinan pemasok menerima kredit dari bank.

D.   PENGGOLONGAN PERUSAHAAN LEASING

Dalam menjalankan kegiatan usahanya, perusahaan leasing dapat digolongkan ke dalam 3 kelompok, antara lain:
1.      Independent Leasing Company
Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing di mana perusahaan ini berdiri sendiri atau independen dari pemasok yang mungkin dapat memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee).

2.      Captive Lessor
Sering juga disebut two party lessor yang melibatkan dua pihak, yaitu:
a)      Pihak pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary).
b)      Pihak kedua adalah lessee atau pemakai barang.
Captive Lessor ini akan tercipta apabila pemasok atau produsen mendirikan perusahaan leasing sendiri untuk membiayai produk-produknya.




3.      Lease Broker atau Packager
Berfungsi mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang modal dengan cara leasing tetapi lease broker ini tidak memiliki barang atau peralatan untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya. Namun, perusahaan ini memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha leasing yang tergantung pada apa yang dibutuhkan dalam suatu transaksi leasing.

E. MANFAAT LEASING
Pembiayaan melalui leasing memberikan beberapa keuntungan, antara lain:
1)      Menghemat modal
2)      Diversivikasi sumber-sumber pembiayaan
3)      Persyaratan yang kurang ketat dan lebih fleksibel
4)      Biaya lebih murah
5)      Off-Balance Sheet
6)      Menguntungkan arus kas
7)      Memperoleh proteksi inflasi
8)      Memperoleh perlindungan akibat kemajuan teknologi dan keusangan
9)      Kesederhanaan dokumentasi
10)  Sumber pelunasan kewajiban
11)  Kapitalisasi biaya
12)  Kemudahan penyusunan anggaran
13)  Pembiayaan proyek skala besar

G.  ASURANSI DALAM KEGIATAN LEASING

Untuk menghindari risiko kerugian yang besar dalam kegiatan leasing, dilibatkan asuransi dalam proses leasing. Oleh karenanya dalam perjanjian kontrak, ditegaskan adanya asuransi yang biasanya ditanggung oleh lessee. Pihak lessee harus menanggung premi asuransi dengan alasan lessee adalah pihak yang mengerti seluk beluk barang modal yang digunakan dan pihak lessor hanya mendapatkan keuntungan dari selisih antara biaya dana dengan tingkat bunga yang ditawarkan kepada lessee.

H.    PEMBAYARAN SEWA GUNA USAHA

Besarnya uang sewa yang dibayarkan oleh lessee terdiri dari unsur bunga dan cicilan pokok yang jumlahnya selalu berubah-ubah. Pembayaran bunga tersebut akan semakin kecil sejalan dengan penurunan saldo. Pembayaran sewa dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara, yaitu:
a.       Pembayaran di muka (payment in advance)
Pembayaran angsuran pertama dilakukan pada saat realisasi. Angsuran ini hanya mengurangi utang pokok karena saat itu belum dikenakan bunga.
b.      Pembayaran sewa di belakang (payment in arrears)
Angsuran dilakukan pada periode berikutnya setelah realisasi. Angsuran ini mengandung unsur bunga dan cicilan pokok.

Besarnya pembayaran sewa pada setiap periode ditentukan oleh beberapa faktor berikut ini:
a.       Nilai barang modal
b.      Simpanan jaminan
c.       Nilai sisa
d.      Jangka waktu
e.       Tingkat bunga





I.      FLEKSIBILITAS DALAM LEASING

Aktivitas sewa guna usaha memberikan banyak kemudahan dan fleksibilitas bagi pihak lessee. Fleksibilitas tersebut dapat dilakukan dengan membuat skema-skema khusus dalam pembiayaan sewa guna usaha antara lain:
1.      Step lease
Step lease adalah suatu kontrak leasing yang memungkinkan pihak lessee melakukan pembayaran baik dalam rangka untuk meningkatkan maupun untuk mengurangi atau menurunkan jangka waktu leasing guna mengatasi keterbatasan arus kas lessee.

2.      Skipped payment lease
Skipped payment lease adalah perjanjian atau kontrak leasing yang menghendaki pihak lessee untuk melakukan pembayaran selama periode atau bulan-bulan tertentu tahunnya.

3.      Swap lease
Swap lease memungkinkan lessee untuk melakukan penukaran atas barang yang di sewa apabila barang tersebut mengalami kerusakan dan atau memerlukan perbaikan dan penggantian komponen tertentu, di mana penukaran dengan barang lain yang sejenis selama barang tersebut diservis untuk menghindari penambahan biaya pemeliharaan dan penundaan.

4.      Upgrade lease
Upgrade lease memberikan pilihan yang lebih fleksibel bagi lessee yang memungkinkan untuk meminta tambahan barang leasing guna meningkatkan kapasitas atau efisiensi.

5.      Master lease
Lessor memberikan lease line credit yang memungkinkan lessee untuk menambah barang atau peralatan untuk disewa, dengan persyaratan yang sama seperti kontrak sebelumnya tanpa perlu dilakukan negosiasi dan perjanjian kontrak leasing baru.

6.      Short term or experimental lease
Perjanjian atau kontrak leasing kadang-kadang dilakukan dengan jangka waktu yang relatif pendek atau diberikan masa percobaan penggunaan barang yang disewa. Selama jangka waktu tersebut lessee akan memutuskan apakah barang tersebut akan disewa sampai dengan jangka waktu yang diinginkan dan yang lebih penting, apakah barang tersebut memberikan dan meningkatkan keuntungan lessee atau tidak. Hal ini akan menghilangkan risiko spekulasi bagi lessee dalam usaha meperoleh suatu barang atau aset.   

J.   PERKEMBANGAN LEASING DI INDONESIA
Kegiatan usaha leasing baru diperkenalkan pada tahun 1974 dengan Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian, dan Menteri Perdagangan Nomor Kep. 122/MK/IV12/1974, dan Nomor 301 Kpb/I174 tertanggal 7 Januari 1974 tentang Perizinan Usaha Leasing. Selanjutnya, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 6491MK1IV/5/1974 tertanggal 6 Mei 1974 yang mengatur mengenai ketentuan tata cara perizinan dan kegiatan usaha leasing di Indonesia.
Untuk mendukung perkembangannya, Menteri Keuangan mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 650/MK/IV/511974 tertanggal 6 Mei 1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materai terhadap usaha leasing. Dengan dikeluarkannya kebijaksanaan deregulasi 20 Desember 1988 atau disebut Pakdes 20 1988 kegiatan usaha leasing termasuk dalam perusahaan pembiayaan.
Di samping itu, Keppres Nomor 61 Tahun 1988 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tanggal 20 Desember 1988 merupakan bagian dari Pakdes 88 di mana lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.
Ketentuan minimum modal disetor untuk pendirian suatu perusahaan pembiayaan yang melakukan kegiatan usaha leasing diatur dalam Pakdes 20 Tahun 1988 dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988, di mana jumlah modal disetor atau simpanan wajib dan pokok ditetapkan sebagai berikut:
1.      Perusahaan swasta nasional sebesar Rp. 3 miliar
2.      Perusahaan patungan Indonesia-Asing sebesar Rp. 10 miliar
3.      Koperasi sebesar Rp. 3 miliar

Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dan untuk membiayai pembelian barang – barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara 3 -5 tahun atau lebih.







0 komentar:

Posting Komentar

Belajar Mengubah Hidup Dengan Bisnis Online

Belajar Mengubah Hidup Dengan Bisnis Online
Mengubah Hidup Dengan Membaca Rahasia Perjuangan Hidup Orang Lain? Kenapa Tidak?!