Alkisah di suatu zaman, hidup seorang lelaki yang mencari cinta,
namanya Arjuna. Saking ngebetnya, gunung tertinggi didaki, isi bumi
dijelajahi, lautan pun diarungi, cuma untuk mencari tempat berlabuh,
yaitu wanita. Gilee beneer... Nih Arjuna, kagak peduli gunung, bumi,
lautan, alam semesta ini punya siapa, maen grasak-grusuk aja! Di setiap
tempat Arjuna berkata, "Wahai wanita, cintailah aku." Ih... nih anak,
malu-maluin ya! Masa' sih sampe' gitu-gitu banget, ya...namanya juga
pencari cinta bo!
Di kisah yang lain, seorang laki-laki
yang bernama Ibrahim pun mencari cinta. Saat malam mulai menyapa alam,
tampak sebuah bintang, tak lama kemudian sang bintang pun tenggelam.
"Aku tak menyukai yang tenggelam," kata Ibrahim. Beberapa saat
kemudian, terbitlah sang rembulan, bersinar indah penuh kelembutan.
Namun, bulan pun hanya sesaat, tersipu malu dengan keindahannya.
Semburat cahaya subuh pun menyeruak kegelapan, kokok ayam jantan
membelah tetesan embun pagi, tak lama keperkasaan mentari mewayungi
jagat raya ini, "Inikah dia yang kucari?" tanya beliau pula.
Bukan...bukan itu, karena mentari pun bersujud, lalu merunduk sembunyi.
Ikhwah fillah rahimakumullah...
Kisah
di atas adalah ilustrasi dari 2 manusia si pencari cinta. Di dunia
ini, betapa banyak orang-orang yang mencari cinta. Namun jelas ada
bedanya disini, antara laki-laki yang bernama Arjuna dengan Ibrahim
a.s., yang namanya termaktub indah di lembaran suci Al Qur'an. Arjuna
mencari cintanya tanpa tedeng aling-aling, gak peduli sana-sini,
jumpalitan, cuma mencari cinta wanita. Emangnya salah si Arjuna, karena
mencari cinta? Ih...jangan protes dulu dong, emang sih fitrah manusia
itu ya pasti merasakan cinta [QS Al Imran: 14]. Tapi apa iya harus
seperti itu? Masa' sih akal, nalar dan fikiran sampe' gak jalan, bahkan
hingga melebihi cinta-Nya! Waduh...
Padahal banyak kisah
cinta sejati di dunia ini lho, salah satunya adalah cinta Ibrahim yang
tak pernah pudar, setelah ia mengenal dan mengetahui siapa yang patut
menerima cintanya. Beliau mengenal, dan kemudian sayang, lantas jatuh
hati kepada Sang Pencipta. Karena itu yang dicintai pun berkenan
menyambut cintanya, bahkan menjadikannya sebagai khalilullah [QS An
Nisaa': 125].
Cinta disini bukan cinta yang penuh
kepalsuan, emosi apalagi birahi, namun cinta laksana mutiara yang
memancarkan cintanya pada Rabb seluruh jagat raya ini, mengaliri denyut
nadi, helaan nafas serta aliran butir darah untuk tunduk dan patuh
pada titah-Nya. Cinta ini mestinya menempati prioritas utama pada diri
seorang muslim, yakni cinta kepada Allah SWT, Rasul dan jihad di
jalan-Nya. Inilah cinta hakiki!
Dari nenek moyang kita
dulu, sampe' sekarang, buanyak buanget manusia-manusia yang telah jatuh
cinta, namun apakah cinta mereka dan kita adalah cinta hakiki
sebagaimana cinta mereka yang disebut 'manusia langit?'
Adakah
cinta kita adalah cinta seorang Sumayah binti Khayyath, yang siap
menjadi syahidah pertama dalam sejarah Islam demi mempertahankan akidah
yang dicintainya. Ataukah Ali bin Abi Thalib r.a. yang rela 'pasang
badan' menggantikan Rasulullah SAW di tempat tidurnya sewaktu beliau
keluar untuk hijrah, padahal beliau tahu maut telah didepan mata siap
mengancam jiwanya? Atau pun Abu Bakar Shiddiq r.a. yang tak kalah ikhlas
tangan dan kakinya dipatuk binatang berbisa saat berdua dengan
seseorang yang dicintainya? Ia tak ingin tubuh orang yang dicintai dan
dikasihinya tersentuh sedikitpun oleh binatang-binatang yang berbisa
itu.
Mereka hanyalah sedikit contoh dari orang-orang yang
jatuh cinta dengan cinta yang sebenarnya. Sebuah cinta sejati, cinta
hakiki yang mengharapkan ridho Illahi Rabbi.
Nah...sekarang
milih yang mana, seorang Arjuna yang grasak-grusuk mencari cinta, atau
seorang Ibrahim a.s., Sumayah binti Khayyath, Ali bin Abi Thalib r.a.
atau pun Abu Bakar Shiddiq r.a. yang mencari cinta sejati?
Ya akhi wa ukhti,
Semoga
Allah SWT menjadikan kita sebagai hamba-hamba yang selalu mendambakan
cinta, keridhoan kepada-Nya ya, insya Allah, aamin allahumma aamiin.
0 komentar:
Posting Komentar