Istriku tercinta, aku menulis catatan ini sebagai bukti cintaku
kepadamu dan keridhaanku menerimamu sebagai istri, aku telah menambatkan
cintaku untukmu. Dalam hatiku berkata, inilah wanita yang bisa menjadi
ibu anak-anakku dan cocok menjadi istriku. Inilahmawaddah dan sakinah,
inilah raihanah rumahku. Aku bimbing tanganmu bersama-sama mengarungi
samudera dengan bahtera rumahtangga, menuju ke pantai yang penuh
kedamaian di sisi Ar Rabb Ar Rahman.
Akan tetapi tiba-tiba datang topan badai menghalangi jalan kita,
angin bertiup kencang. Kalau kita berdua tidak segera sadar niscaya kita
akan kehilangan kendali bahtera dan kita akan tersesat arah. Aku
berkata dalam hati: tidak! Aku tidak akan membiarkan bahtera ini karam.
Maka aku pegang penaku dan aku buka lembaran kertasku. Lalu aku tulis
teguran halus ini dari seorang kekasih kepada kekasihnya.
Istriku tercinta tidakkah engkau ingat pada awal pernikahan kita
dahulu engkau adalah lambang kecantikan, kemudian aku tidak mengerti
mengapa penampilanmu sampai pada taraf demikian parah, awut-awutan dan
tak enak dilihat. Apakah engkau lupa bahwa termasuk salah satu sifat
wanita shalihah apabila suaminya memandang kepadanya niscaya akan
membuat senang.
Sayangku, tidakkah engkau ingat, berulang kali engkau
mengungkit-ungkit jasamu kepadaku, menyebut-nyebut kewajiban-kewajiban
rumahtangga yang telah engkau lakukan untukku, pelayanan yang telah
engkau berikan kepada tamu-tamuku dan dalam melayani kebutuhanku, apakah
engkau lupa firman Allah subhanahu wa ta’alla; “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan
menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima).” (Qs Al
Baqarah: 264)
Tidakkah engkau ingat wahai kekasihku, berapa kali kita telah saling
berjanji pada saat-saat pernikahan bahwa kita akan saling bahu membahu
dalam ketaatan, mengemban dakwah kepada agama Allah, berikrar bahwa kita
akan fokus kepada masalah ummat islam dan mendidik anak-anak kita
dengan pendidikan islami, tetapi relitanya kita sibuk mengikuti
perkembangan mode, hanyut mengikuti cerita-cerita, kisah-kisah,
pernak-pernik dan mengejar harta darimanapun sumbernya.
Sayangku, tidakkah engkau ingat seringnya engkau menggerutu, tidak
qana’ah (puas) menerima rejeki yang telah Allah berikan kepada kita.
Haruskah aku menjalani usaha yang haram demi mewujudkan keinginanmu?
Apakah engkau sudah lupa kisah wanita yang berkata kepada suaminya:
“Bertaqwalah engkau kepada Allah dalam memperlakukan kami, sungguh kami
bisa menahan lapar namun kami tidak akan sabar menanggung panasnya api
neraka.”
Ingatkah dirimu betapa sering aku bangun dari tidurku dibagian akhir
malam, ternyata aku dapati engkau sedang asyik menonton film dan musik.
Bukankah lebih baik engkau berdzikir mengingat Allah dan mengerjakan
shalat malam dua rakaat sementara manusia sedang lelap tertidur
dikegelapan kubur. Atau minimal engkau segera berangkat tidur agar esok
tidak terluput shalat fajar.
Sayangku, ingatkah dirimu ketika engkau keluar dari rumah tanpa
seizinku untuk mengunjungi keluargamu dan ketika engkau memasukkan
temanmu si fulanah ke dalam rumahku padahal aku telah melarangmu
memasukkannya ke dalam rumah! Lupakah dirimu bahwa itu merupakan hakku!
Kekasihku, ingatkah dirimu ketika keluargaku datang mengunjungiku,
demikian pula teman-temanku, namun aku lihat engkau menampilkan wajah
muram, berat langkah kakimu dan bermuka masam!Memang engkau telah
menghidangkan kepada mereka makanan yang lezat dan mengundang selera
akan tetapi semua itu tiada artinya karena muka masammu itu! Bukankah
engkau mengetahui sebuah pepatah: ‘ Temuilah aku tetapi jangan beri aku
makan!’
Sayangku, aku senantiasa mengatakan kepadamu dengan sepenuh hatiku bahwa aku mencintaimu.
Aku berharap kita bersama-sama dapat meraih ridha Ar-rahman.
Barangkali aku juga banyak melakukan kesalahan dan mengabaikan hakmu.
Dan barangkali aku tidak menyadari kekuranganku dalam melaksanakan
kewajiban terhadapmu dan dalam menjaga perasaanmu.
Aku memohon kepadamu agar membalas risalah ini, silakan ungkapkan apa
yang terbetik dalam benakmu. Bukankah tujuan kita berdua adalah satu.
Kita telah menumpang bahtera yang satu dan tujuan kita juga satu. Tujuan
kita adalah selalu bersama-sama di dunia dan di akhirat di jannah ‘And.
Jangan engkau biarkan angin badai menghantam kita sehingga membuat kita
tersesat jalan.
-selesai-